Cerita Inspiratif: Kisah Penjual Rujak dan Pemilik Toko Dengan Rezeki


Kemarin sekitar jam 9 pagi hujan mulai turun, seorang tukang rujak datang untuk berteduh di emperan teras ruko saya. Masih tampak penuh gerobaknya berisi buah-buah untuk rujak tertata rapi. Aku melihat beliau membuka buku kecil, ternyata Al Quran kecil. Beliau tekun dengan Al-Qurannya, sampai jam 10 hujan sama sekali belum berhenti. Saya mulai risau karena sepinya pembeli datang.
Saya keluar memberikan air minum ke bapak penjual rujak. Seraya memberikan air minum dan bertanya kepada bapak penjual rujak:

Pemilik toko (PT): “Kalau musim hujan begini jualannya jadi repot juga ya, Pak. Mana masih banyak banget barang dagangan.”

Penjual rujak (PR): Beliau tersenyum lalu berkata; “Iya bu...Mudah - mudahan rejekinya datang...”

PT: Aamiin...Kalau gak abis gimana dong, Pak?. tanyaku.

PR: Kalau nanti gak abis ya risiko, Bu..,kalau buah kayak semangka, melon yang udah kebuka nanti saya kasih ke tetangga, mereka juga seneng daripada kebuang. Cuma bengkoang, jambu, mangga yang masih bagus masih bisa disimpan. Mudah-mudahan aja dapet nilai sedekah dari Allah,” katanya tersenyum.

PT: “Kalau nanti hujan terus sampai sore gimana, Pak?” tanyaku lagi.

PR: “Alhamdulillah bu…Berarti hari ini rejeki saya diizinkan banyak berdoa. Kan kalau hujan waktu termasuk salah satu waktu mustajab buat berdoa bu…” Katanya sambil tersenyum.

“Dikasih kesempatan berdoa juga rejeki, Bu" sambungnya lagi

PT: “kalau gak dapet uang hari ini gimana, Pak?" tanyaku lagi.

PR: “Berarti hari ini rejeki saya bersabar, Bu... Allah yang ngatur rejeki kita, Bu…Saya cuma bisa bergantung sama Allah.. Apa aja bentuk rejeki yang Allah kasih, ya saya syukuri aja. Tapi Alhamdulillah, saya jualan rujak belum pernah kelaparan sampai hari ini.

PR: “Saya pernah gak dapat uang sama sekali, tahu tahu tetangga di rumah ngasih makanan. Kita hidup ini cari apa Bu, yang penting bisa makan biar ada tenaga buat ibadah dan usaha,” katanya lagi sambil memasukan Alqurannya ke kotak kecil di gerobak.

PR: “Mumpung hujannya rintik, Bu…Jadi saya bisa jalan...Saya pamit, makasih ya ,Bu…!”

Saya terpana melihat si bapak penjual rujak. Betapa malunya saya, dipenuhi rasa gelisah ketika hujan datang, begitu khawatirnya rejeki materi tak didapat sampai mengabaikan nikmat - nikmat yang ada di depan mata. Bukankah hujan itu rezeki? Hujanlah yang memberhentikan si bapak penjual rujak yang memberikan pelajaran berharga.

Saya jadi sadar bahwa rizki berupa hidayah, dapat beribadah, dapat bersyukur dan bersabar adalah jauh lebih berharga daripada uang, harta dan jabatan.

Betapa banyak orang yang bergelimang harta tapi lupa untuk berdoa, berharap, beribadah kepada Allah. Ada juga orang yang susah tapi enggan berdoa, mengadu, berkeluh kesah kepada pemilik rezeki dan hidayah.

Menghadapi krisis saat ini, ada banyak hikmah yang kita ambil. Semuanya adalah rezeki, rezeki tidak hanya berbentuk materi seperti uang, rumah, makanan, dan lain - lain. Tapi banyak sekali bentuk rezeki termasuk bisa berdoa kepada Allah, bisa datang ke mesjid ketika azan berkumandang, bisa bangun untuk sholat tahajjud, bisa puasa senin kamis dan ayyamul bid, bisa sedekah dikala susah.


Masihkah Engkau Korbankan Taat Kepada Rabb-mu, Demi Rizqi Yang Di Atur Oleh Rabb-mu?

Mungkin kamu tidak tahu dimana rizqimu. Tapi rizqimu tahu dimana engkau. Dari langit, laut, gunung, & lembah; Rabb yang memerintahkannya menujumu.

Allah berjanji menjamin rizqimu. Maka melalaikan ketaatan kepada-Nya demi mengkhawatirkan apa yang sudah dijamin-Nya adalah kekeliruan berganda.

Tugas kita bukan mengkhawatirkan rizqi atau bermuluk cita memiliki; melainkan bagaimana menyiapkan jawaban "Dari Mana" & "Untuk Apa" atas tiap karunia-Nya.

Betapa banyak orang yang bercita menggenggam dunia; namun dia alpa bahwa hakikat rizqi bukanlah yang tertulis dalam angka; tapi apa yang dinikmatinya.

Betapa banyak orang yang bekerja membanting tulangnya, memeras keringatnya; demi angka simpanan gaji yang mungkin besok pagi ditinggalkannya (mati).

Maka amat keliru jika bekerja dimaknai mentawakkalkan (menggantungkan) rizqi pada perbuatan kita. Bekerja itu bagian dari ibadah. Sedang rizqi itu urusan-Nya.

Kita bekerja untuk bersyukur, menegakkan taat & berbagi manfaat. Tapi rizqi tak selalu terletak di pekerjaan kita; Allah letakkan sekehendak-Nya.

Bukankah Hajar berlari 7x bolak-balik dari Shafa ke Marwa; tapi Zam-zam justru muncul di kaki Ismail A.S, bayinya!!
 

Ikhtiar itu laku perbuatan. Rizqi itu kejutan. Ia kejutan untuk disyukuri hamba yang bertaqwa; datang dari arah tak terduga. Tugas kita cuma menempuh jalan halal; Allah lah yang akan melimpahkan bekal.

Sekali lagi; yang terpenting di tiap kali kita meminta & Allah memberi karunia; maka jaga sikap saat menjemputnya & jawab soalan-Nya, "Buat apa?"

Betapa banyak orang yang merasa memiliki manisnya dunia; lupa bahwa semua hanya "hak pakai" yang halalnya akan dihisab & haramnya akan di'adzab.

Dengan itu kita mohon "Ihdinash Shirathal Mustaqim"; petunjuk ke jalan orang nan diberi nikmat ikhlas di dunia & nikmat ridha-Nya di akhirat. Bukan jalannya orang yg terkutuk apalagi jalan orang yang tersesat.

Maka segala puji hanya bagi Allah Azza wa Jalla; hanya dengan nikmat-Nya-lah maka kesempurnaan menjadi paripurna. Wallahu 'Alam



Bacalah Ayat Kursi, Kandungannya Sangat Agung






عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله عنه: قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : يَا أَبَا الْمُنْذِرِ! أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ! أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ: اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ... قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي وَقَالَ: وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ.
 

Dari Ubay bin Ka'ab رضي الله عنه beliau berkata, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda (kepadaku): "Wahai Abul Mundzir (Ubay bin Ka'ab), apakah kamu mengetahui ayat apakah yang paling agung dalam Al-Qur’an yang ada padamu (yang kamu hafal)?". Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahuinya". Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda (lagi): "Wahai Abul Mundzir, apakah kamu mengetahui ayat apakah yang paling agung dalam Al-Qur’an yang ada padamu (yang kamu hafal)?". Maka aku berkata," (Ayat al-Kursi) Allah tidak ada sembahan yang benar kecuali Dia Yang Maha Hidup lagi Berdiri sendiri dan menegakkan makhluk-Nya.. ." (QS. al-Baqarah:255). Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم menepuk dadaku dan bersabda, 'Demi Allah, ilmu akan menjadi kesenangan bagimu, wahai Abul Mundzir!'". (HR. Muslim: 810)

Hadits yang agung tersebut menunjukkan betapa besarnya keutamaan membaca dan merenungkan Ayat  al-Kursi, karena ayat al-Kursi khusus menjelaskan tentang nama-nama Allah عزّوجلّ yang Maha Indah dan sifat-sifatNya yang Maha Tinggi, dan semua ayat atau surah dalam al-Qur’an yang kandungannya seperti ayat kursi kedudukannya lebih utama dan lebih mulia dibandingkan dengan yang lain.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله pernah berkata, "Di dalam al-Qur’an terdapat penjelasan (tentang) nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah عزّوجلّ yang lebih banyak daripada penjetasan tentang makanan, minuman dan pernikahan di surga. Dan ayat-ayat yang mengandung penjelasan nama-nama dan sifat-sifat Allah عزّوجلّ lebih utama kedudukannya daripada ayat-ayat tentang Hari Kemudian. Maka, ayat yang paling agung dalam al-Qur’an adalah Ayat al-Kursi yang mengandung penjelasan nama-nama dan sifat-sifat Allah عزّوجلّ. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim dari Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم di atas".

FAIDAH HADIST


Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits tersebut, antara lain sebagai berikut:
•    Arti Ayat al-Kursi sebagai ayat yang paling agung dalam al-Qur’an adalah pahala membaca ayat Kursi dan merenungkannya lebih besar, makna yang dikandungnya lebih agung dan pengaruh menghayati isinya untuk menguatkan iman lebih besar dibandingkan ayat-ayat lainnya karena mengandung nama-nama Allah.
•    Imam Ibnul Qayyim رحمه الله juga menjelaskan tentang ayat Kursi dalam ucapan beliau, "Sesungguhnya sebagian dari sifat dan perbuatan Allah عزّوجلّ lebih utama dari sebagian (yang lain)..., sebagaimana sifat rahmat-Nya lebih utama daripada sifat murka-Nya. Oleh karena itu, sifat rahmat-Nya mengalahkan dan mendahului (kemurkaan-Nya)

Demikian pula firman Allah عزّوجلّ yang (termasuk) sifat-Nya. Sudah diketahui bahwa firman Allah yang mengandung pujian bagi Allah, menyebutkan sifat-sifat (kesempurnaan) Allah dan kewajiban mentauhidkan-Nya lebih utama daripada firman-Nya yang berisi celaan terhadap musuh-musuh Allah dan penjelasan tentang sifat-sifat buruk mereka.
Oleh karena itu, surat al-lkhlas lebih utama daripada surat al-Lahab (al-Masad), dan dalam hadist Rasulullah surah al-lkhlas sebanding pahala membacanya dengan pahala membaca sepertiga dari al-Qur’an. Demikian pula ketika membaca Ayat Kursi adalah ayat yang paling utama dalam al-Qur’an."
•    Syaikh   Muhammad  bin  Shalih  al-'Utsaimin رحمه الله  berkata, "Hadits ini menunjukkan bahwa al-Qur’an berbeda-beda keutamaannya satu ayat dengan ayat yang lain, sebagaimana juga ditunjukkan dalam hadits tentang surat al-lkhlas di atas. Pembahasan masalah ini harus diperinci dengan penjelasan berikut: jika ditinjau dari segi zat yang berfirman dengan al-Qur’an, maka al-Qur’an tidak berbeda-beda keutamaannya, karena Dzat yang mewayuhkannya adalah satu, yaitu Allah عزّوجلّ. Adapun jika ditinjau dari segi kandungan dan pembahasan maknanya, maka al-Qur’an berbeda-beda keutamaannya satu ayat dengan ayat yang lain. Surat al-lkhlas yang berisi pujian bagi Allah عزّوجلّ karena mengandung nama-nama dan sifat-sifat Allah عزّوجلّ, tentu tidak sama dari segi kandungannya dengan surat al-Masad (al-Lahab) yang berisi penjelasan tentang keadaan Abu Lahab yang mendustakan agama Allah.
Demikian pula al-Qur’an berbeda-beda keutamaannya satu ayat dengan ayat yang lain dari segi pengaruhnya terhadap hati manusia dan kekuatan uslub (gaya bahasanya). Karena kita dapati di antara ayat-ayat al-Qur’an ada yang pendek tetapi berisi nasehat dan berpengaruh besar bagi hati manusia, sementara kita dapati ayat lain yang jauh lebih panjang, tapi tidak berisi kandungan seperti ayat yang pendek". Namun, bukan berarti ada ayat yang tidak bermakna, semua bermakna hanya isi kandungannya berbeda-beda
•    Hadits ini juga menunjukkan keutamaan Sahabat Ubay bin Ka'ab رضي الله عنه dan ketinggian ilmunya.

Bagaimana Cara Penulisan "إِنْ شَاءَ اللَّهُ" Yang Benar?

http://www.konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2012/02/insya-allah.jpg

Banyak orang memperdebatkan masalah penulisan "insyaa Allah" dalam bahasan Indonesia. Dalam bahasa arab, kata “insyaa Allah” ditulis dengan:

 إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Yang maknanya, ‘jika Allah menghendaki’

Terdapat 3 kata dalam kalimat ini:

a. Kata [إِنْ], maknanya jika. Dalam bahasa arab, kata tersebut disebut harfu syartin jazim (huruf syarat yang menyebabkan kata kerja syarat menjadi jazm)
b. Kata [شَاءَ], maknanya menghendaki. Bentuk kata tersebut fiil madhi (kata kerja bentuk lampau), sebagai fiil syarat (kata kerja syarat) yang berkedudukan majzum.
c. Kata [اللَّهُ], sebagai subjek dari fiil syarat.

Setelah mengetahui susunan kata tersebut, berarti kalimat [إِنْ شَاءَ اللَّهُ] adalah kalimat syarat, yang mana disana membutuhkan "jawaban syarat". Namun, jawab syaratnya tidak disebutkan, karena disesuaikan dengan konteks kalimat tersebut.
Sebagai contoh, jika konteks pembicaraan anda adalah berangkat ke kota Jakarta, maka kalimat lengkapnya adalah: ’jika Allah menghendaki maka saya akan berangkat ke Jakarta.’
Kalimat "maka saya akan berangkat ke Jakarta" merupakan jawab syarat tersebut.

Bagaimana Cara Penulisan yang Benar?

Kalimat "insyaa Allah" berasal dari bahasa arab. Karena sering digunakan oleh masyarakat tanpa diterjemahkan, kalimat ini menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Penulisan huruf bahasa Indonesia dan huruf bahasa arab berbeda, akan sangat membingungkan masyarakat jika harus menuliskan kalimat tersebut dengan teks arabnya. Sehingga kita perlu memperbaiki transliterasi untuk menuliskan kata ini dengan huruf latin.
Sebenarnya mengenai bagaimana cara penulisan [إِنْ شَاءَ اللَّهُ] yang tepat, ini kembali kepada aturan baku EYD masalah infiltrasi kata dan bahasa.
Bagi sebagian orang, baku itu bukan suatu keharusan. Point pentingnya masyarakat bisa memahami. Misalnya kata ‘Allah’, yang benar ditulis Allah, Alloh, ALLAH, atau bagaimana. Bagi sebagian orang lagi, ini kembali kepada selera penulisnya dan pemahamannya.
Sebagai catatan, transliterasi kalimat bahasa asing, dibuat untuk membantu pengucapan kalimat serapan asing itu dengan benar. Anda bisa bandingkan, transliterasi teks serapan bahasa arab untuk masyarakat berbahasa inggris dengan transliterasi teks serapan bahasa arab untuk orang Indonesia. Karena semacam ini disesuaikan dengan fungsinya, yaitu untuk membantu pengucapan kalimat arab tersebut dengan baik dan benar.
Dengan demikian, sebenarnya transliterarisasi tidak bisa dijadikan acuan benar dan salahnya tulisan. Karena tidak ada aturan yang disepakati di sana untuk penulisannya. Semua kembali kepada selera penulis untuk kalimat serapan tersebut. Yang paling penting adalah bagaimana cara pengucapannya yang tepat sesuai lafaz bahasa arab, sehingga tidak mengubah makna dari kata tersebut.
Tulisan arabnya
إِنْ شَاءَ اللَّهُ,
Anda bisa menuliskan latinnya dengan insyaaAllah atau insyaa Allah atau inshaaAllah atau inshaa Allah atau insyaallah. Tidak ada yang baku di sini, karena ini semua transliterisasi bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Yang penting anda bisa mengucapkannya dengan benar, sesuai teks arabnya.
Karena itu, sejatinya tidak ada yang perlu dipermasalahkan dalam penulisan transliterasi semacam ini. Selama cara pengucapan dan makna yang dimaksud sama.

Apa Yang Membuat Rambut Nabi Langsung Beruban Ketika Turun Ayat Istiqomah

 http://www.radioassunnah.com/wp-content/uploads/2013/09/istiqomah-di-zaman-keterasingan.jpg



Alhamdulillah Ramadhan telah kita lewati, semoga amal ibadah kita diterima Allah Azza wa Jalla. Saat ini kita memasuki bulan Syawal, semoga Allah memberikan kita semangat Ibadah selayaknya dibulan Ramadhan hingga kita jadikan orang yang bertaqwa di sisi Allah Azza wa Jalla. Menjaga ibadah selayaknya menjaga perhiasan yang tiada taranya, karena ibadah akan membawa kita kepada kebahagian dunia dan akhirat. Sungguh beruntung mukmin yang bisa menjaga ke-Istiqomahan ibadahnya. Istiqomah berhubungan dengan kedekatan antara Rabb dan Hamba-Nya. Tidak ada yang menjadi seseoran bisa istiqomah, banyak kisah bagaimana seorang yang beribadah sepanjang hidupnya lalu kafir ketika menjelang ajalnya, atau sebaliknya bermaksiat sepanjang hidupnya lalu dinyatakan masuk syurga menjelang ajalnya karena amal sholehnya. Sesunggu hati kita berada didalam genggaman Allah Azza wa Jalla
Jikalau Rasullullah menerima wahyu tentang Istiqomah, seketika itu juga rambut Rasulllah berubah menjadi putih (beruban). Hal tersebut menandakan begitu beratnya Istiqomah, sebagaimana hadits Rasulullah dari Ibnu Abbas:

قال ابن عباس رضي الله عنهما: ما نزلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم آية هي أشدّ عليه من هذه الآية، ولذلك قال: "شيبتني هود وأخواتها".
 

Berkata Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma: "Tiadalah turun kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam ayat yang lebih berat atas Beliau daripada ayat ini [surat Huud ayat 112], karena itulah Beliau bersabda: "Telah membuatku beruban surat Huud dan saudara-saudaranya".

Berikut surah Huud ayat 112:

{ فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ }

"Hendaklah kamu istiqomah sebagaimana diperintahkan kepadamu".

Sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:

قال عمر بن الخطاب رضي الله عنه: الاستقامة أن تستقيم على الأمر والنهي.

"Istiqomah itu hendaklah kamu istiqomah dalam perintah dan larangan".
Maksudnya adalah istiqomah mengerjakan perintah Allah dan istiqomah meninggalkan laranganNya.

 عن سفيان بن عبد الله الثقفي قال: قلت، يا رسول الله قل لي في الإسلام قولا لا أسأل عنه أحدا بعدك، قال: "قل آمنت بالله ثم استقم".
أخرجه مسلم في الإيمان، باب جامع أوصاف الإسلام، برقم (38).

Kemudian sahabat Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi radhiyallahu 'anhu berkata; Aku bertanya, wahai Rasulullah, katakan kepadaku tentang Islam yang aku tidak perlu bertanya lagi kepada orang lain setelah itu. Beliau bersabda: "Katakanlah, 'aku beriman kepada Allah', kemudian Istiqomahlah."
(HR. Muslim).

Istiqomah Sejalan Dengan Iman di Hati

Sahabat Abu ad-Darda` Uwaimir al-Anshaari rahimahullah berkata,

الإِيْمِانُ يَزْدَادُ وَ يَنْقُصُ
Iman itu bertambah dan berkurang.”

Maka sudah seharusnya kita memohon kepada Alla Azza wa Jalla untuk diberikan kekuatan dan istiqomah untuk terus beribadah untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya amal kebaikan. Jikalau kita berhenti beribadah dalam 1 detik maka sesungguhnya kita mengalami kerugian yang amat besar. Senantiasalah kita berdoa memohon kepada Allah untuk istiqomah, karena harga istiqomah itu mahal dan jalannya sukar. Tidak ada yang bisa menolong menghadapi jalan istiqomah kecuali Allah Azza wa Jalla. Apa saja yang menjaga kita agar tetap istiqomah?

1.    Berteman dengan orang shaleh

Dalam sebuah hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran dan dampak seorang teman dalam sabda beliau:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
 

 “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Maknanya istiqomah bisa kita pelihara hari lingkungan kita, Rasulullah menyuruh kita berteman dengan orang saleh. Karena teman yang saleh selalu mengingatkan kita akan ibadah dan melarang kita untuk maksiat. Bukan berarti kita tidak berteman dengan orang yang tidak saleh, karena disitu lading dakwah untuk kita. Besar sekali pengaruh lingkungan terhadap keimanan. Sebagaimana hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari Makkah ke Madinah, guna menjaga iman dan istiqomah di hati.

2.    Mendatangi majelis ilmu

Mendatangi majelis – majelis ilmu akan mengingatkan kita akan akhirat yang kekal abadi, mengingatkan kita akan nikmatnya syurga, mengingatkan kita akan dahsyatnya api neraka dan azab kubur. Dengan begitu akan bertambah lah keimanan dan ketakutan kepada Allah Azza wa Jalla, maka sesering mungkin kita mengunjungi majelis ilmu sunnah yang membahas ilmu agama dengan mengikuti dalil yang shahih.

3.    Berdoa kepada Allah Azza wa Jalla
 
Alquran dan Hadits mengajari kita doa memohon Istiqomah. Hati kita hanya Allah Yang Tahu dan hanya Allah Yang Mengendalikan. Tidak ada setiap mahkluk di dunia ini yang bisa menguasai hatinya, bisa terus menjaga imannya kecuali izin dari Allah Azza wa Jalla. Maka senantiasalah memohon doa istiqomah kepada Allah, doa yang sering dipanjatkan oleh Rasulullah adalah Doa Istiqomah.
Do'a agar kita tetap istiqomah dalam memegang teguh agama islam yang sesuai dengan hadits shahih.

يامقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Diinik'

Artinya: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”
[HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, al-Hakim 1/525, Lihat Shohih Sunan Tirmidzi III no.2792]

يا مقــلـب لقــلــوب ثبــت قــلبـــي عــلى طـا عــتـك

'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Ta'atik'

Artinya: “Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepadamu
[HR. Muslim (no. 2654)]

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

'Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Tho'atika'

Artinya: “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)
Doa dalam Al-quran:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

'Rabbabaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lana Mil-Ladunka Rahmatan Innaka Antal-Wahhaab'

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).
(QS. Ali Imran: 7)


Mengetahui Nasab Keluarga Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam

Nasab Nabi

Ada tiga bagian tentang nasab Nabi Shallallahu Alaihi wa Salla:
1.    Bagian yang disepakati kebenarannya oleh pakar biografi dan nasab, yaitu sampai Adnan.
2.    Bagian yang mereka perselisihkan, yaitu antara nasab yang tidak diketahui secara pasti dan nasb yang harus dibicarakan, tepatnya Adnan ke atas hingga Ibrahim Alaihis-Salam
3.    Bagian yang sama sekali tidak diragunkan bahwa di dalamnya ada hal – hal yang tidak benar, yaiitu Ibrahim ke atas hingga Adam.

Berikut ini rincian dari tiga bagian tersebut:
Bagian pertama: Muhammad, bin Abdullah bin Abdul-Muththalib (yang namanya Syaibah), bin Hasyim (yang namanya Amru), bin Abdu Manaf (yang namanya Al-Mughirah), bin Qushay (yang namanya Zaid), bin Kilab, bin Murrah, bin Ka’b, bin Lu’ay, bin Ghalib, bin Fihr (yang berjuluk Quraisy dan cikal bakal nama kabilah), bin Malik, bin An-Nadhr (yang namanya Qais), bin Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah (yang namanya Amir), bin Ilyas, bin Mudhar, bin Nizar, bin Ma’ad, bin Adnan.1
Bagian kedua: Adnan dan seterusnya, yaitu; bin Udad, bin Hamaisa, bin Salaman, bin Aus, bin Bauz, bin Qimwal, bin Ubay, bin Awwam, bin Nasyid, bin Haza, bin Baldas, bin Yadlaf, bn Thabikh, bin Jahim, bin Nahisy, bin Makhi, bin Aidh, bin Abqar, bin Ubaid, bin Ad-Da’a, bin Hamdan, bin Sinbar, bin Yatsribi, bin Yahzan, bin Yalhan, bin Ar’awy, bin Aid, bin Daisyan, bin Aishar, bin Afnad, bin Aiham, bin Muqshir, bin Nahits, bin Zarih, bin Sumay, bin Muzay, bin Iwadhah, bin Aram, bin Qaidar, bin Isma’il, bin Ibrahim.2
Bagian ketiga: Ibrahim dan seterusnya, yaitu; bin Tarih (yang namanya Azar), bin Nahur, bin Saru’ atau Sarugh, bin Ra’u, bin Falakh, bin Aibar, bin Syalakh, bin Arfakhsyad, bin Sam, Nuh Alaihissalam, bin Lamk, bin Matausyalakh, bin Akhnukh, atau Idris Alaihissalam, bin Yard, bin Mahla’il, bin Qainan, bin Yanisya, bin Syaits, bin Adam Alaihissalam. 
Keluarga Nabi
Keluarga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dikenal dengan sebutan keluarga Hasyimiyah, yang dinisbatkan kepada kakeknya, Hasyim bin Abd Manaf. Oleh karena itu, ada baiknya jika menyebutkan sekilas tentang keadaan Hasyim dan keturunan sesudahnya.

1.    Hasyim
Hasyim adalah orang yang memegang urusan air minum dan makanan dari Banu Abdu Manaf, tepatnya tatkala Bani Abdu Manaf mengikat perjanjian dengan Bani Abdi-Dar dalam masalah pembagian kedudukan diantara keduanya. Hasyim sendiri adalah orang kaya raya yang terhormat. Dialah orang pertama yang memberikan remukan roti bercampur kuah kepada orang – orang yang menunaikan haji di Makkah. Nama aslinya adalah Amru. Dia dipanggil Hasyim karena suka meremukkan roti. Dia juga orang pertama yang membuka jalur perdagangan dua kali dalam setahun bagi orang – orang Quraisy.
Hasyim pernah pergi ke Syam untuk berdagang, setibanya di Madinah, dia menikahi Salma binti Amru, dari banin Adi bin An-najjar dan menetap disana bersama istrinya. Dari Salma binti Amru lahirlah Abdul Muththalib dengan nama asli Syaibah, karena ada rambut putih (uban) di kepalanya.
Hasyim mempunyai 4 orang putra: Asad, Abu Shaifi, Nadhlah, dan Abdul Muththalib; dan 5 orang putri: Asy-Syifa, Khalidah, Dha’ifah, Ruqayyah, dan Jannah. Hasyim meninggal di Palestina.

2.    Abdul Muthalib
Setalah Hasyim meninggal, pengurusan ari di Makkah dipegang oleh adiknya Al-Muththalib bin Abdi Manaf. Al-Muththalib juga seorang kaya raya nan dermawan. Tatkala Al-Muththalib mendengar bahwa Syaibah (Abdul Muthalib) sudah dewasa, maka ia mencarinya. Kemudian Al-Muththalib membawa Abdul Muthalib dengan meminta izin ibuny ke kota Makkah.
Setelah Al-Muththalib meninggal dunia di Yaman, Abdul Muthalib menggantikan kedudukannya. Dia mendapatkan kehormatan yang tinggi di tengah kaumnya, yang tidak pernah diperoleh bapak – bapaknya. Dia dicintai kaumnya dan diagungkan.
Abdul Muththalib dikaruniai 10 anak laki - laki: Al-Harits, Az-Zubair, Abu Thalib, Abdullah, Hamzah, Abu Lahb, Al-Ghaidaq, AL-Muqawwin, Shaffar, Al-Abbas. Sedangkan anak perempuannya berjumlah 6 orang: Ummul-Hakim atau A-Baidha, Barrah, Atikah, Shafiyyah, Arwa, dan Umaimah.

3.    Abdullah
Dia adalah bapak Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Salam. Ibunya adalah Fathimah binti Amr bin A'idz bin Imran bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah. Abdullah adalah anak Abdul-Muththalib yang paling bagus dan paling dicintainya. Abdullah inilah yang mendapatkan undian untuk disembelih dan dikorbankan sesuai dengan nadzar Abdul-Muththalib.
Ketika Abdul-Muththalib sudah memiliki 10 orang anak laki - laki, dia memberitahukan nadzarnya kepada seluruh anak laki - laki tentang akan ada 1 orang anak laki - laki yang dijadikan korban untuk disembelih. Maka dibuat undian menggunakan anak panah yang bertuliskan nama anak laki - lakinya, kemudian ketika diundi nama Abdullah yang keluar sampai 3 kali. Orang - orang Quraisy mencegah niat Abdul Muththalib dan menyuruh datang ke seorang dukun, lalu dukun tersebut memerintahkan mengundi nama Abdullah dengan 10 ekor unta. JIka nama Abdullah yang keluar maka diundi kembali dengan 10 ekor unta. Setiap dilakukan pengundian nama Abdullah selalu keluar hingga jumlah unta yang akan disembelih sebanyak 100 ekor baru keluar nama unta.
Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersabda:

"Aku adalah anak dua orang yang disembelih"

Maksdunya adalah Ismail Alaihi Salam dan Abdullah

Abdul Muththalib menikahkan Abdullah dengan Aminah binti Wahb bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Bapak dari Aminah adalah pemuka bani Zuhrah, Abdullah dan Aminah hidup di Makkah. Tak lama kemudian pergi ke Syam untuk berdagang, lalu bergabung denga kafilah Quraisy. Lalu singgah di Madinah dalam keadaan sakit. Lalu meninggal di sana dan dikuburkan di Darun-Nabighah Al-Ja'di.







https://fadlilsangaji.files.wordpress.com/2013/10/keindahan-muhammad-akhlak-rasulullah.jpeg