Penjelasan BPJS, Mengapa BPJS Tidak Sesuai Syariat Islam

http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/medias/940379/big/075000900_1438167810-1.jpg
Baru - baru ini banyak dibicarakan tentang status BPJS yang difatwa MUI dengan fatwa "BPJS tidak sesuai syariat, hukum muamalah dalam Islam". Hal ini menjadi tanda tanya bagi kita kenapa MUI memfatwa BPJS tidak sesuai syariat Islam?
Alasan utama yang menjadi permasalahan adalah antara akad dan pengolahan tidak adad transparansi. sebagai contoh: ketika terjadi keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah, maka dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan.  Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja. Sementara keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak. Jika denda tidak dibayar, maka keanggotaan akan diputus dan uang yang telah dibayarkan akan hangus. Hal - hal tersebut sama sekali tidak mencerminkan bentuk jaminan sosial yang sesuai dengan syariat Islam, karena pada syariat Islam konsep muamalah adalah sama - sama untung, akad jelas dengan proses ke depannya, sama - sama tahu dikelola kemana dana yang dikumpul, dan sama - sama tahu berapa keuntungan dari pengolahan.
 
BPJS dikategorikan menjadi 3 bagian;‎
1. PBI (Peserta Bantuan Iuran)
Murni GRATIS subsidi pemerintah bagi WNI yg telah direkomendasikan sebagai warga yg tidak mampu yang diperoleh dari surat rekomendasi RT setempat.

2. NON PBI 
Diperuntukkan bagi PNS/POLRI/TNI/ABRI, organisasi, lembaga dan perusahaan. Dana ditanggung oleh instansi yang bersangkutan di pihak tersebut bekerja, semua peserta pada NON PBI GRATIS.

3. Mandiri
Bersifat premi iuran per bulan dengan 3 kategori kelas, jika terjadi keterlambatan menyetor iuran maka terkena denda 2% (sebagimana dijelaskan diatas) dan ini masuk kategori unsur riba dan ghoror.

Jadi, BPJS yg diperbolehkan adalah kategori 1 dan 2, karena murni gratis tanpa premi iuaran per bulan dan tidak dikenakan denda.

Sedangkan kategori 3, haram untuk diikuti dengan beberapa penjelasan di atas (karena tidak sesuai dengan syariat Islam).

Dan jika kita tidak masuk masuk kategori 1 (karena tidak ada rekomendasi dari RT bahwa kita tidak mampu), kita juga tidak bisa ikut kategori 2 (karena kita bukan PNS atau semisal) maka bisa dilakukan mendaftar BPJS ketika kondisi dalam kedaruratan.


Contoh; ada seseorang yang sakit parah hingga harus keluar biaya puluhan juta. Awalnya keluarganya bukan kategori orang miskin, namun saat itu mereka benar - benar tidak mampu membayar biaya sebesar itu. Maka boleh bagi mereka mendaftar BPJS kategori 1, tentu dengan pengantar dr RT/RW setempat.

Tahun 2015 semua perusahaan/lembaga/organisasi harus menyelenggarakan program ini untuk para karyawannya.

bolehnya pegawai swasta memanfaatkan asuransi yg diberikan oleh perusahaanya jika tidak dipotong dari gajinya. Karena itu adalah pemberian dari perusahaan, maka boleh dimanfaatkan meskipun ada unsur ghoror dg sistem asuansi tersebut.

Memanjangkan Lafaz Salam Akan Mendapatkan Lebih Banyak Pahala

http://ilmunahwu.host22.com/images/salam2.gif

Setiap kita bertemu saudara kita,memang dianjurkan oleh Rasulullah untuk memberikan salam. Salam merupakan suatu identitas seorang muslim, sebagai pembeda dengan kaum yang lain. Salam memiliki makna bahwa diantara kita saling mendoakan untuk keselamatan dan kesejahteraan dalam keberkahan dari Allah. Sungguh agung Islam yang mengajarkan umatnya untuk tata kerama sopan santun dan saling mendoakan sesama muslim. Ketahuilah ada 4 lafadz yang biasa kita gunakan untuk memberi salam kepada orang lain dengan masing-masing tingkatan dan memiliki ganjaran pahalanya sendiri:

1. Assalamu’alaikum – mendapatkan 10 pahala, dikenal dengan SALAM MUSLIM
2. Assalamu’alaikum warahmatullaah - mendapatkan 20 pahala, dikenal dengan SALAM TA'ARUF.
3. Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh - mendapatkan 30 pahala, dikenal dengan SALAM UKHUWAH.
4. Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu
wamaghfiraatuhu waridhwaanuh
- mendapatkan 40 pahala, dikenal dengan SALAM DA'WAH.








Dalil yang menjelaskan hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Imran Ibnu Hussin ra., ia berkata:

Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallohu 'Alaihi wa Sallam dan mengucapkan ’Assalamu’alaikum’, maka dibalas salam oleh Rasulullah, dan ketika ia duduk, Rasulullah s.a.w. bersabda, ’(ganjaran pahalanya) Sepuluh.’
Kemudian datang seorang yang lain memberi salam ‘Assalamu’alaikum warahmatullaah’. Rasulullahpun membalas salam, ketika ia duduk, Rasulullah bersabda; ’(ganjaran pahalanya) Dua puluh.’
Kemudian datang orang yang ketiga dan mengucapkan Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh’, Rasulullah kembali membalas salamnya, dan ketika ia duduk, Rasulullah kembali bersabda; ’(ganjaran pahalanya) Tiga puluh
’.”
(Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no. 5195 dan Tirmidzi no. 2689)

Maka jika kita bertemu saudara kita, alangkah baiknya kita saling bertegur sapa dan memberika salam yang baik agar pahala dan ganjaran dari Allah Azza wa Jalla mengalir.

Zikir dan Doa Sehabis Shalat Fardhu Sesuai Hadits Shahih

http://i249.photobucket.com/albums/gg230/sairien_photo/e2.jpg


Apa yang Rasulullah baca sehabis shalat fardhu? Berikut ini zikir dan doa Rasulullah setiap sehabis shalat fardhu yang sesuai dengan hadits - hadits shahih. Semoga bisa menjadi tuntunan untuk kita semua, sehingga ibadah kita mendapatkan nilai di sisi Allah Azza wa Jalla.

1. Sehabis salam, Rasulullah membaca Istighfar 3x:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ (3x) اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّـلاَمُ، وَمِنْكَ السَّـلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَ لِ وَالإِكْرَامِ

"Aku memohon ampun kepada Allah (3x). Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan, Mahasuci Engkau, wahai Rabb Pemilik keagungan dan kemuliaan." (Dibaca se­tiap selesai shalat wajib lima waktu).1

2. Membaca zikir

لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللهُ وَحْدَهُ   لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ، اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِـمَ أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُذَا الْـجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau beri dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalih). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan." 2
 
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللهُ وَحْدَهُ  لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ. لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِ لاَّ بِا اللهِ، لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهُ الْكَافِرُونَ

"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah. Kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujian yang baik. Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah, dengan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya."3
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُـحْيِى وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ
"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tiada se­kutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, dan bagi-Nya segala pujian. Dia-lah yang menghidupkan (orang yang sudah mati atau memberi ruh janin yang akan dilahirkan) dan yang mematikan. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu." (Dibaca 10x setiap selesai shalat Maghrib dan Shubuh).4
اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَدَتِكَ
"Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu."5

3. Kemudian membaca doa:
Tulisan Arab Dzikir
 Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Yang selamat dari kejelekan-kejelekan, kekurangan-kekurangan dan kerusakan-kerusakan) dan dari-Mu as-salaam (keselamatan), Maha Berkah Engkau Wahai Dzat Yang Maha Agung dan Maha Baik.” (HR. Muslim)

4. Membaca Tasbih (33x), Tahmid (33x), Takbir (33x), Tahlil (1x)

سُبْحَانَ  اللهِ (33x) الْـحَمْدُ اللهِ (33x)  اللهُ اَكْبَرُ (33x)
"Mahasuci Allah." (33x) "Segala puji bagi Allah." (33x) "Allah Mahabesar." (33x)
Kemudian untuk melengkapinya menjadi se­ratus, membaca:
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ
"Tiada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan hanya Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya segala puji. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu."6
5. Lalu membaca doa:

اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
 Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu.

6. Kemudian membaca surat al-Ikhlash, al-Falaq dan an-Naas setiap selesai shalat (fardhu).7 

7. Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu).8
Tambahan pada shalat subuh:
Setelah selesai shalat Shubuh membaca:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نِافِعًا،وَرِزْقً طَيِّبًا،وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
"Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal dan amal yang diterima."9

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

"Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima."

Sumber:

1. Muslim no. 591 (135), Ahmad (V/275, 279), Abu Dawud no. 1513, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah no. 737, ad-Darimi I/311 dan Ibnu Majah no. 928 dari Sahabat Tsauban رضي الله عنه.
Penjelasan: Tidak boleh ditambah-tambah dengan kata: وَ إِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِا السَّلاَمِ وَ أَدْخِلْنَا جَنَّةَ دَارُ السَّلاَم    bacaan ini tidak ada asalnya dari Nabi صلى الله عليه وسلم    (Lihat Misykaatul Mashaabiih 1/303)  
2.  HR. Al-Bukhari no. 844 dan Muslim no. 593, Abu Dawud no. 1505, Ahmad IV/245, 247, 250, 254, 255, Ibnu Khuzaimah no. 742, ad-Darimi I/311, dan an-Nasa-i III/70,71 dari Mughirah bin Syu’hah رضي الله عنه.
3.  HR. Muslim no. 594, Ahmad IV/4, 5, Abu Dawud no. 1506, 1507, an-Nasa-i III/59, Ibnu Khuzaimah no. 740, 741.
4.  Nabi صلى الله عليه وسلم    bersabda: "Barangsiapa setelah shalat Maghrib dan Shubuh membaca:
لاَإِلَهَ إِ لاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَديْرٌ
Allah akan tulis setiap satu kali 10 kebaikan, dihapus 10 kejelekan, diangkat 10 derajat, Allah lindungi dari setiap kejelekan, dan Allah lindungi dari godaan syaitan yang terkutuk." (HR. Ahmad IV/227, at-Tirmidzi no. 3474). At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini hasan gharib shahih." (Lihat Shahiih at Targhiib wat Tarhiib I/322-323 no. 474, 475, dan no. 477, Zaadul Ma'aad I/300-301, dan Silsilah al-Al-Haadiits ash-Shahiihah no. 113, 114 dan no. 2563)).
5.  HR. Abu Dawud no. 1522, an-Nasa-i III/53, Ahmad V/ 245 dan al-Hakim (1/273 dan III/273) dan dishahihkan-nya, juga disepakati oleh adz-Dzahabi, yang mana kedudukan hadits itu seperti yang dikatakan oleh keduanya, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم     pernah memberikan wasiat kepada Mu'adz agar dia mengucapkannya di setiap akhir shalat.
6.  “Barangsiapa membaca kalimat tersebut setiap selesai shalat, akan diampuni kesalahannya, sekalipun seperti buih di lautan." (HR. Muslim no. 597, Ahmad II/371, 483, Ibnu Khuzaimah no. 750 dan al-Baihaqi II/187)
7.  HR. Abu Dawud no. 1523, an-Nasa-i III/68, Ibnu Khuzaimah no. 755 dan Hakim I/253. Lihat pula Shahiih at-Tirmidzi II/8. Ketiga surat tersebut dinamakan al-Mu'awwidzaat, lihat pula Fat-hul Baari IX/62.
8.  "Barangsiapa membacanya setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya masuk Surga selain kematian." HR. An-Nasa-i dalam 'Amalul Yaum wal Lailah no. 100 dan Ibnus Sunni no. 124, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiihul Jaami' dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah II/697 no.

Hidup dengan yang Halal Lebih Tentram Daripada yang Haram

http://www.kaffah.biz/upload/user/islamlah_kamu_secara@kaffah.biz/13-May-2013/RIBA.jpg


Sesuatu yang haram asalnya tidak akan menentramkan jiwa, malah sebaliknya. Dosa selalu menggelisahkan hati dan jiwa. Sama halnya dengan utang riba (berutang dengan cara riba). Awalnya kita meminjam dalam keadaan membutuhkan, namun akhirnya gelisah yang diperoleh karena dikejar-kejar oleh debitur atau pemilik utang untuk melunasi utang yang diberikan. Karena pada hakikatnya riba adalah setiap utang piutang yang ada keuntungan atau manfaat di dalamnya.
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Dosa selalu menggelisahkan dan tidak menenangkan bagi jiwa. Di hati pun akan tampak tidak tenang dan selalu khawatir akan dosa.
Karena itu, ingatlah meminjam uang dengan cara riba akan terkena laknat. Jika demikian, nasabah yang meminjam uang dengan cara riba pun terkena dosa. Begitu juga dengan pihak yang meminjamkan dengan cara riba akan mendapatkan dosa yang lebih besar. 
Hukum muamalah dalam islam baik jual beli, utang piutang, dan sebagainya adalah akad tahu sama tahu, akad tidak ada pihak yang dirugikan. Ingatlah, riba termasuk salah satu DOSA BESAR.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).

Semoga kita terhindar dari riba dan hal - hal yang menjerumuskan kita kepada dosa. 

Membaca Sayyidul Istighfar Di Pagi Hari dan Sore Hari Dengan Keyakinan Termasuk Ahli Syurga


Dibaca 1x di pagi hari (Setelah shalat subuh) dan sore hari (setelah shalat ashar atau shalat magrib). berikut ini lafaznya:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku denganMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.

HR. Al Bukhari no. 5522, 6306 dan 6323, at-Tirmidzi no. 3393, an-Nasa'i no. 5522 dan lain-lain.

Keutamaan membaca Sayyidul Istighfar:
Dari Syaddad bin Aus radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Sayyidul Istighfar adalah bacaan: (lafaz doa di atas)." Kemudian Rasulullah menyebutkan keutamaannya: "Barangsiapa yang membaca doa ini dengan penuh keyakinan di sore hari, kemudian dia mati pada malam harinya (sebelum pagi) maka dia termasuk ahli surga. Dan barangsiapa yang membacanya dengan penuh keyakinan di pagi hari, kemudian dia mati pada siang harinya (sebelum sore) maka dia termasuk ahli surga."

Keterangan:
Dinamakan Sayyidul Istighfar, karena bacaan istighfar di atas adalah lafadz istighfar yang paling mulia dibandingkan lafadz istighfar lainnya. Doa tersebut diawali dengan mengagungkan Allah Azza wa Jalla, kemudian sebuah pengakuan dari seorang hamba kepada Rabb-Nya tentang segala dosa - dosa dan memohon pengampunan dosa.

Puasa 6 Hari Di Bulan Syawal = Puasa Selama 1 Tahun



بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:

Puassa Ramadhan+ 6 hari Syawal=1 tahun puasa


Menurut hadist shahih: Puasa Enam Hari di Bulan Syawal Sebanding dengan Puasa Setahun.

👉 Disunnahkan untuk mengiringi puasa Ramadlan dengan puasa enam hari di bulan Syawal dan puasa pada bulan syawal sebanding dengan puasa setahun. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من صام رمضان وأتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر – رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه

Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadlan, lalu ia mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti puasa selama setahun” (HR. Muslim no. 1164, Abu Dawud no. 2433, At-Tirmidzi no. 759, dan lain-lain).

👉 Pendapat Imam An-Nawawi berkata tentang hadist tersebut: “Para ulama mengatakan bahwa hal itu sebanding dengan puasa setahun karena satu kebaikan Allah Azza wa Jalla membalasanya dengan sepuluh kali lipat dan puasa pada bulan Ramadlan sama dengan puasa sepuluh bulan (30 hari x 10=300 hari). Sedangkan puasa enam hari pada bulan syawal sama dengan puasa dua bulan (6 hari x 10=60 hari), jadi bila ditotalkan sama dengan1 tahun (1 tahun = 360 hari, 300 hari + 60 hari). Keterangan tentang hal ini juga terdapat pada hadits marfu’ dalam kitab An-Nasa’i" (Syarah Shahih Muslim lin-Nawawi 3/238).

👉 Landasan hadist yang dimaksudkan Imam An-Nawawi rahimahullah di atas adalah
Allah menjadikan satu kebaikan menjadi sepuluh kali lipatnya, satu bulan sama dengan sepuluh bulan. Adapun puasa enam hari setelah ‘Iedul Fitrih menyempurnakan satu tahun.” (Shahihut Targhiib wat Tarhiib, No. 993).

Tidak Disyaratkan Puasa Syawal Dilakukannya Secara Berurutan.

👉 Hal itu sesuai dengan kemutlakan hadits Rasulullah: “Lalu ia mengiringinya dengan puasa enam hari”. Kalimat hadits sama sekali ini tidak menunjukkan keharusan melakukannya secara berurutan. Imam Ahmad berkata: “Rasulullah mengatakan: ‘Enam hari dari bulan Syawal’, maka bila seseorang berpuasa enam hari tersebut, ia tidak peduli apakah dilakukan baik secara acak ataupun secara berurutan” (Masa’il Abdullah bin Ahmad bin Hanbal halaman 93).

Bolehkah Mendahulukan Puasa Enam Hari Bulan Syawal daripada MengQadha Puasa Ramadlan?

👉 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjawab: “Di sini ada satu masalah yang sebaiknya perlu dijelaskan. Yaitu puasa enam hari pada bulan Syawal tidak boleh didahulukan dari mengqadla puasa Ramadlan. Jika hal itu terjadi, maka puasa tersebut menjadi puasa sunnah mutlak dan pelakunya tidak memperoleh pahala seperti apa yang telah dijelaskan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam haditsnya: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadlan, lalu ia mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti puasa selama setahun”.

👉 Hal ini karena bunyi hadits tersebut adalah : Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan, dan ini sangat jelas sekali. Sebagian dari pengkaji ilmu berpendapat bahwa masalah perbedaan tentang sahnya melakukan puasa sunnah sebelum meng-qadla puasa wajib berlaku pula pada masalah ini. Padahal bila merujuk hadist tersebut masalah ini tidak berlaku pada kasus yang satu ini, karena haditsnya jelas menyatakan bahwa tidak ada puasa enam hari kecuali setelah meng-qadla puasa Ramadlan” (Asy-Syarhul-Mumti’ 6/448). Wallahu A'lam