Bulan PUASA dan KESUCIAN JIWA



Bulan suci Ramadhan telah menjelang. Mari-lah kita menyambutnya dengan hati penuh rasa syukur. Bagaimana tidak, bulan tersebut penuh dengan keutamaan dan keberkahan yang tidak ada di bulan-bulan lainnya.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagai suri teladan kita mem-beri kabar gembira kepada para sahabatnya dengan tibanya bulan Ramadhan. Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
"Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah mewa-jibkan puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka dituhip, dan setan-setan dibelenggu. Di dalam bulan ini ada sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tercegah dari kebaikannya, maka sungguh dia tercegah untuk mendapatkannya."   (HR.   Ahmad   12/59,   Nasai 4/129; dishahihkan Syaikh Albani dalam Tamamul Minnah hlm. 395.)
Menurut al-Hafizh Ibnu Rajab رحمه الله, sebagian ulama mengatakan bahwa hadits ini adalah dalil akan bolehnya mengucapkan selamat antara sebagian manusia kepada yang lain berhubungan dengan datangnya bulan Ramadhan. Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak bergembira dengan dibukanya pintu surga?! Bagaimana tidak bergembira orang yang berbuat dosa dengan ditutupnya pintu neraka?! Bagaimana mungkin orang yang berakal tidak bergembira dengan suatu waktu yang saat itu setan dibelenggu?! Waktu mana yang bisa menyerupai waktu semacam ini?! (Lihat Lathaiful Ma'arif hlm. 279.)

SUDAH SIAPKAH KITA?

Bila memang bulan Ramadhan sebentar lagi datang, lantas sudahkah kita mempersiapkan diri untuknya?! Benar, kita harus mempersiapkannya dengan bekal ilmu agar Ramadhan kali ini betul-betul panen pahala dan menuai ridha Allah عزّوجلّ. Maka sudah semestinya kita berusaha mencontoh Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم dalam berpuasa, sebagaimana kita juga mencontoh beliau dalam shalat kita, haji kita, dan seluruh ibadah kita. Allah عزّوجلّ berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab [33]: 21)
Al-Hafizh Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan, "Ayat yang mulia ini merupakan landasan dasar dalam mengikuti Nabi صلى الله عليه وسلم dalam ucapannya, perbuatannya, dan segala keadaannya." (Tafsir al-Qur'anil Azhim 6/391)
Hal itu karena memang mencontoh petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم dalam setiap ketaatan adalah kunci diterimanya amal shalih seorang hamba bersama dengan kunci lainnya yaitu ikhlas karena Allah عزّوجلّ. Dua syarat tersebut (ikhlas dan mencontoh Nabi Jصلى الله عليه وسلم) seperti dua sayap burung yang tidak sempurna tanpa kedua-duanya. Hanya, mengetahui petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم di bulan Ramadhan bukanlah hanya dengan angan-angan belaka, melainkan dengan ilmu yang bermanfaat yang membuahkan amal shalih.
Hal lain yang perlu kita siapkan untuk menyambut Ramadhan adalah melatih diri untuk berpuasa semenjak sekarang agar kelak kita sudah terbiasa dan tidak kaget dengan ketaatan. Oleh karena itu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم memperbanyak puasa pada bulan Sya'ban.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ
Dari Aisyah رضي الله عنها berkata, "Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah صلى الله عليه وسلم puasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah mengetahui beliau lebih banyak berpuasa daripada di bulan Sya'ban." (HR. Bukhari: 1969, Muslim: 782)
Di antara hikmah memperbanyak puasa bulan Sya'ban adalah untuk persiapan bulan Ramadhan agar hati dan badan siap untuk menyambutnya dengan kesegaran dalam menjalankan ketaatan kepada Allah عزّوجلّ.

HIKMAH DI BALIK IBADAH PUASA

Sesungguhnya Allah عزّوجلّ mewajibkan bulan puasa kepada kita untuk suatu hikmah yang sangat mendalam maknanya yaitu meraih derajat takwa. Allah عزّوجلّ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah [2]: 183)
Ayat ini sangat penting untuk kita cermati karena Allah عزّوجلّ memulainya dengan panggilan iman yang menunjukkan bahwa tuntutan dalam ayat tersebut termasuk konsekuensi keimanan seseorang. Seakan-akan Allah عزّوجلّ mengatakan: "Seandainya iman kalian benar-benar sejati maka kalian akan mengerjakan apa yang Kuperintahkan kepada kalian."
Perlu kita pahami bersama bahwasanya puasa yang Allah عزّوجلّ wajibkan kepada kita tidak hanya menahan makan dan minum semata. Akan tetapi lebih dari itu, yaitu menahan anggota badan dari bermaksiat kepada Allah عزّوجلّ, menahan mata dari melihat yang haram, menjauhkan telinga dari mendengar yang haram, menahan lisan dari mencaci dan menggunjing (ghibah), serta menjaga kaki untuk tidak melangkah ke tempat maksiat. Dan kita bisa merenung sebentar; jika makan, minum dan jimak saja yang hukum asal-nya boleh diharamkan oleh Allah عزّوجلّ pada bulan puasa, lantas bagaimana dengan hal-hal yang memang pada asalnya adalah haram?!! Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
"Betapa banyak orang yang berpuasa tidak ada bagian dari puasanya kecuali hanya mendapat lapar belaka." (HR. Ibnu Majah: 1690 dan dishahih-kan oleh Syaikh al-Albani)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
"Puasa adalah perisai. Maka janganlah berkata ko-tor dan berbuat bodoh. Apabila ada yang memerangimu atau mencelamu, maka katakanlah: 'Aku sedang puasa, aku sedang puasa.'" (HR. Bukhari 4/103, Muslim: 1151)
Dalam hadits yang lain Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya serta kebodohan, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Bukhari: 1903)
Hal ini menunjukkan bahwa tiga hal di atas mempengaruhi pahala puasa dan menguranginya, sekalipun tidak membatalkannya.
Dari sinilah kita mengetahui hikmah yang mendalam dari disyari'atkannya puasa. Andaikan kita terlatih dengan tarbiyah yang agung semacam ini, sungguh Ramadhan akan berlalu sedangkan manusia berada dalam akhlak yang agung, berpegang dengan akhlak dan adab, karena itu adalah tarbiyah yang nyata. Dan ini-lah hakikat puasa yang sebenarnya. Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah رحمه الله berkata:
"Orang berpuasa yang sebenarnya adalah orang yang menahan anggota badannya dari segala dosa, lisannya dari dusta, perutnya dari makanan dan minuman, dan farjinya dari jimak. Bila berbicara, dia tidak mengelu-arkan perkataan yang menodai puasanya. Jika berbuat, dia tidak melakukan hal yang dapat merusak puasanya. Sehingga ucapannya yang keluar adalah bermanfaat dan baik. Demikian pula amal perbuatannya, ibarat wewangian yang dicium baunya oleh kawan duduknya. Seperti itu juga orang yang puasa, kawan duduknya mengambil manfaat dan merasa aman dari kedustaan, kemaksiatan, dan kezalimannya. Inilah hakikat puasa sebenarnya, bukan hanya sekadar menahan diri dari makanan dan minuman." (al-Wabilush Shayyib wa Rafi'ul Kalim ath-Thayyib hlm. 57)

PENUTUP

Perjumpaan dengan bulan suci Ramadhan merupakan suatu nikmat yang sangat mahal harganya. Tidakkah kita berpikir bahwa banyak saudara kita, sahabat kita, dan kerabat kita yang tahun lalu berpuasa bersama kita, namun pada tahun ini sudah tidak lagi bersama kita?!! Maka marilah kita manfaatkan waktu-waktu bulan puasa ini unruk memperbanyak ibadah kepada Allah عزّوجلّ berupa membaca al-Qur'an, shalat Tarawih, sedekah, do'a, dan sebagainya. Sungguh betapa meruginya orang-orang yang mendapati bulan suci Ramadhan tetapi hanya menyia-nyiakan waktunya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat; hanya dengan tidur, menon-ton TV, jalan-jalan, dan sebagainya; apalagi —wal'iyadzu billah— mereka yang mengisinya dengan keharaman. Manakah ketakwaan dan iman?! Sampai kapankah kelalaian ini?! Belum-kah tiba saatnya kita sadar dari kelalaian ini?!
Akhirnya, marilah kita berdo'a kepada Allah عزّوجلّ agar memberikan kita kenikmatan untuk berjumpa dengan bulan suci Ramadhan dan mengisinya dengan ketaatan.[]

0 comments:

Post a Comment