Gaya Hidup Mukmin, Gaya Hidup Bahagia





Dia bahagia dengan harta ysang dimiliki, karena harta dinafkahkan untuk mencari keridhaan Allah. Dia bahagia denga kefakirannya, karena baginya kefakiran adalah masa – masa untuk meraih sikap tawadhu dan ketenangan.


Allah Azza wa Jalla berfirman


“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97)


Siapapun yang menginginkan kehidupan yang baik, harus beriman kepada Allah dan beramal shalih. Sementara orang kafir yang tidak mengimani Allah dan tidak beramal shalih, sekali kali tidak akan menemukan kehidupan yang baik, kendati dia dapat bersuka-cita, bersenang-senang, dan bernikmat-nikmat dalam hidupnya. Dia tidak akan menemukan kehidupan yang nyaman dan tenteram. Kehidupannya seperti binatang ternak belaka, taka da kenyamanan, kepuasan, kedamaian, atapun ketenangan.


Allah Azza wa Jalla berfirman:


“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 24)



Hidup yang sempit adalah hidup yang diliputi dengan kerisauan, kecemasan, keretakan, kebingungan, keluh-kesah, ketakutakan, dan kegoncangan. Harta yang ada menjelma menjadi siksaan; anak yang dimiliki berubah menjadi fitnah; dan pangkat yang disandang emnjadi musibah.


Allah Azza wa Jalla berfirman:



“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.” (At-Taubah: 85)



Menakjubkan



Sementara orang-orang beriman dan beramal shalih, adalah orang yang benar-benar bahagia, dan beruntung, bagaimanapun keadaannya. Tak ada kecemasan yang menghantui mereka.


Jika Allah menjadikan mereka kaya, ia menjadi orang yang bahagia karena hartanya dinafkahkan untuk mencari keridhaan Rabb-Nya dan beribah kepada-Nya. Dengan harta itu, dia memenuhi apa yang menjadi hak-hak Nya dan mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya. Dia termasuk Ahli Dutsur (orang-orang yang berlimpah harta) yang kembali pulang ke haribaan Rabb-Nya dengan membawa  pahala.



Jika dia miskin, kemiskinannya itu tak mencegahnya untuk beribadah kepada Allah. Ia memuji Allah atas harta yang dihindarkan daripadanya. Sebab, harta itu bisa menjadi fitnah baginya. Lalu dia bersabar, merasa cukup, dan ridha dengan bagian yang sedikit.


Jika badannya sehat dan tubuhnya kuta, dia jadikan kesehatan dan kekutannya itu untuk bekhidmat kepada Rabb-Nya dan beribadah kepada-Nya. Dia menjalankan ketaatan dan bersungguh-sungguh dalam memperbaiki amal ibadahnya serta mengumpulkan kebaikan. Seolah-olah dia memiliki dunia dan seluruh isinya. Rasulullah Shollohu Álaihi wa Salla bersabda:



“Siapa yang berpagi hari dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat wal áfiat badannya, mempunyai makanan untuk sehari itu, maka seolah-olah dunia dan seisinya telah berkumpul baginya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)



Jika sakit, dia bersabar dan mengharapkan balasa kepada Allah. Sakitnya menjadi penghapus kesalahan, pencuci dosa, dan pembersih keburukan-keburukannya. Rasulullah shollaohu Álaihi wa Sallam bersabda:



“Sungguh menakjubkan perilakukorang mukmin. Semua keadaan adalah baik baginya. Jika memperoleh kesenangan dia bersyukur, dan demikian itu ada baik baginya; dan jika dia ditimpa kesusahan, dia bersabar, dan yang demikian itu ada baik baginya. Perilaku seperti itu hanya ada pada diri seorang mukmin.” (HR. Muslim dan Ahmad)



Jadi seluruh kehidupan seorang mukmin adalah baik saat mendapat nikmat dan saat kena musibah, saat sehat dan saat sakit, saat kaya dan saat miskin, saat lapang dan saat sempit, saat senang dan saat sudah—oleh karena dia adalah hamba—milik Allah—dalam setiao keadaannya. Dia ridha dengan ketentuan-Nya, tunduk pasrah kepada perintah-Nya, mengharapkan pahala kepada Rabb-Nya, bertawakkal kepada Kholik-Nya. Dia hidup diantara syukur dan sabra, menerima ketentuan takdir, dan dia meyakini bahwa apa yang Allah pilihkan untuknya ada lebih baik daripada pilihannya sendiri.



Oleh karena itu, ada salah seorang shalih yang mengatakan, “Sampai kini umurku telah menginjak empat puluh tahun. Selama itu, sedikit pun aku tidak pernah membenci ketentuan Allah.”


Ada pula yang mengatakan, “Demi Allah, aku tiada peduli ketentuan apa yang akan turun. Jika itu ada kesenangan maka akan aku iringi ia dengan syukur; dan jika itu adalah kesusahan, makan aku iringi dengan sabar.”



Rasulullah shollu Álaihi wa Sallam mengumpamakan orang mukmin laksana sebuah pohon kurma. Kurma adalah pohon yang daunnya senantiasa hijau dan banyak manfaatnya. Batannya kokoh dan dahannya menjulang ke langit. Tak jatuh daunnya, tak layu pelepahnya, tak rusak mayangnya, dan tak berubah warnanya. Mayangnya adalah sebagus-bagus mayang, naungannya pun sangat teduh dan manfaatnya adalah sangat besar dan banyak.



Demikian pula halnya seorang mukmin. Dia ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya.



0 comments:

Post a Comment